Follow my tweets on twitter!

Pages

Jumat, 13 Maret 2015

Old Words



Bukan berharap untuk bersama lagi, sekedar bertemu saja kesempatan itu sudah lebih kecil dari setetes hujan diantara hujan lainnya. Tapi mengapa ia mau menunggu? Berjalan kedepan dengan tubuh menghadap belakang, bercanda ria dengan sekitar tapi masih menulis cerita pilu masa silam. Setiap goresan tinta miliknya hanya untuk sang kekasih, untuk orang yang masih ditunggunya.
                                        
Dia berkata padaku...
"Rumahmu bukan seperti rumah para petani dihamparan padang, hanya sesaat diperlukan dan kemudian ditinggalkan. Pantaskah itu disebut perteduhan...? Kalau kamu masih belum mendapatkannya maka carilah. Tapi aku mengerti, tentang mata, tentang hati, ada yang tak bisa dilihat & disadari oleh keduanya ketika berhadapan langsung dengan sebuah kebesaran... Seperti sebuah gedung, kamu tak cukup hanya tegak menatap, tapi kamu perlu menengadahkan pandangan, agar tau arti sebuah ketinggian. Bukan mustahil, ada sesuatu yang besar disekitarmu sekarang, hanya kamu yang belum menyadari."


Mungkin itu sebuah ungkapan bahwa dalam dirinya, terdapat kisah yang bukan hanya dengan mudah untuk berlari begitu saja. Aku terbiasa menertawakan mereka yang menangis tersedu hanya untuk sebuah cerita cinta. Tapi untuk keteguhannya, sedikitpun aku tak pernah berfikir kisah cinta itu pantas untuk diremehkan. Ia lebih dari sekedar mengerti tentang waktu yang lama berjalan. Tentang cinta yang tak akan pernah berakhir sampai akhir cerita yang telah ditentukan, terkadang tak ada pilihan untuk kita berputar arah atau kata selamat dari keterpurukan. Tapi dituliskannya lagi, “ Aku baik-baik saja, hanya saja tak sebahagia saat bersamanya.” Apakah cinta memang bisa membuat suatu ikatan yang indah? Aku tak tau, aku tak pernah melihatnya, tak pernah mendengar suaranya. Tapi ia begitu nyata, setelah melihat penantiannya yang begitu setia tanpa berpaling, tanpa menyalahkan cinta yang disimpanya tidak terasa manis. Kini semuanya tenggelam lagi saat berkurang cahaya, mimpi-mimpiku hanya sebuah keramahan fatamorgana. Aku tak sekuat dirinya, yang dalam diam menerka, mencari tahu arti kehidupan meski bukan hal mudah untuk mencari sebatang jarum yang tenggelam menyusup dalam kabut pekatnya takdir.


*dedicated to my Bro Jusef Ahmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar